Perpustakaan di Ujung Jari

22, December, 2005

Ke depan sistem ini akan dapat diakses melalui teknologi bergerak seperti telepon seluler dan PDA

SEJAK lama Wisnu Murti Suryaningrat merasa tak nyaman jika harus mencari literatur di perpustakaan kampusnya. Padahal beban kuliah dan ketatnya jadwal membuat ia harus bisa secepatnya menemukan buku atau jurnal mengenai ilmu komputer, bidang studi yang ia tekuni. Belum lagi jika buku yang dicari ternyata sudah dipinjam mahasiswa lain atau ngendon di perpustakaan di fakultas lain.

Meskipun di perpustakaan kampusnya sudah ada jaringan dan katalog online, tapi sistemnya masih terbatas dan sama sekali tidak terkoneksi dengan fakultas-fakultas lain. “Harus ada sistem dengan dukungan peranti lunak yang tak hanya mengakomodasi katalog secara online yang dibutuhkan pengguna, tapi juga dapat membantu pustakawan melakukan pengadaan, pengolahan, dan sirkulasi buku,” ujar Wisnu.

Atas supervisi dosennya di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Zainal A. Hasibuan, Ph.D, Wisnu bersama dua orang rekannya, Rizal Fathoni Aji dan Suhendro, mulai menggodok gagasan–yang juga merupakan tugas akhir untuk dijadikan skripsi itu–sejak April tahun lalu. Ketiganya bekerja sebagai analis sistem dan pemrogram komputer, sedangkan Wisnu merangkap sebagai manajer proyek.

Tak sampai setahun, kerja keras mereka membuahkan hasil. Mereka berhasil membuat peranti lunak khusus untuk sistem perpustakaan. Peranti lunak ini diberi nama Lontar (Library Automation and Digital Archive).

Menurut dia, nama ini digunakan karena lontar adalah nama daun yang digunakan pada zaman dahulu untuk menulis. Karenanya, “Lontar diidentikkan dengan ilmu pengetahuan sehingga berkorelasi dengan perpustakaan, sumber ilmu pengetahuan,” ujar sarjana ilmu komputer (2003) dan kini jadi asisten dosen di almamaternya.

Berbeda dengan Ganesha Digital Library Network (GDLN) ITB yang hanya memfokuskan pada pengadaan dan pengelolaan koleksi digital, sistem perpustakaan ala UI ini lebih menyeluruh. “Idenya adalah bagaimana membuat one stop deskstop application yang bisa mengelola seluruh urusan perpustakaan, yang bisa digunakan oleh para peminjam buku sendiri maupun para pustakawan,” cetus Wisnu.

Lontar adalah software perpustakaan yang menggabungkan beberapa konsep dalam evolusi perkembangan sistem informasi perpustakaan (LIS), yaitu otomasi perpustakaan (Library Automation), sistem distribusi perpustakaan (Distributed Library System), dan perpustakaan digital (Digital Library).

Sistem ini mencakup bagian-bagian yang ada pada perpustakaan konvensional, yakni pengadaan, pengolahan, sirkulasi, dan OPAC (Online Public Access Catalog). Pengadaan merupakan bagian yang bertanggung jawab mengadakan koleksi baru berdasarkan permintaan pengguna atau berdasarkan mekanisme yang telah ditentukan. Pengolahan merupakan bagian di mana koleksi baru akan diproses untuk dibuat katalog.

Bagian sirkulasi mengelola proses peminjaman-pengembalian koleksi dan proses keanggotaan. Sedangkan OPAC yang dibuat berbasis web memungkinkan setiap orang mencari koleksi perpustakaan dari mana saja, kapan saja, secara bersamaan.

Para pengguna perpustakaan juga bisa mendaftarkan dirinya secara real-time dalam antrian jika koleksi yang dicari sedang dipinjam pengguna yang lain. Permintaan semacam itu bisa dilakukan melalui fitur halaman pribadi pengguna (My Library) yang hanya bisa diakses menggunakan login dan password sendiri.

Software ini juga menerapkan konsep Information Retrieval System sebagai metode pencarian informasi koleksi yang dibutuhkan pengguna perpustakaan pada OPAC. Karena itu, sistem ini bisa menjadi semacam asisten digital yang bisa memberikan advis-advis mengenai dokumen yang mirip dengan yang sedang dicari.

“Lontar dikembangkan sebagai upaya mengoptimalkan manajemen perpustakaan dengan memanfaatkan teknologi komputer,” ujar pria kelahiran Jakarta 23 tahun lalu ini.

Software ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman JAVA(TM) 2 SE dan Java Server Pages (JSP), Hibernate 2.0 sebagai ORMapper, Jasperreport-0.4.6 sebagai tools laporan, AXIS 1.1 sebagai Web Services dan Web Server Jetty 4.2.12.

Agar efektif dan bisa diimplementasikan, Lontar dikembangkan berdasarkan karakteristik perpustakaan yang ada di UI, di mana masing-masing fakultas memiliki perpustakaan ditambah sebuah perpustakaan pusat.

Dengan sistem ini, setiap perpustakaan akan terintegrasi sehingga bisa saling berbagi (sharing) informasi koleksi yang dimilikinya. “Jika ada mahasiswa satu fakultas yang ingin mencari buku di fakultas lain dia tidak perlu datang lagi ke fakultas yang ditujunya.”

Software ini, menurut Wisnu, memiliki kebanggaan tersendiri, karena sebagian besar fitur dan hal-hal pendukung lainnya merupakan buah karya UI sendiri.

Dari segi keilmuan tentang perpustakaan, software ini mendapatkan evaluasi dari setiap kepala perpustakaan di UI dan masukan-masukan dari tenaga perpustakaan, apalagi ada jurusan Ilmu Perpustakaan di Fakultas Ilmu Budaya.

Dari segi server, digunakan Debian Depok (DeDe) yang juga merupakan hasil karya Rahmat M.S Ibrahim, MKom. Sedangkan metode Information Retrieval yang digunakan juga merupakan disertasi Zainal A Hasibuan.

Tak salah jika UI sudah memutuskan untuk menggunakan sistem ini mengganti sistem informasi perpustakaan yang ada sebelumnya di seluruh perpustakaan di lingkungan kampus tersebut. Secara resmi UI akan meluncurkan sistem ini pada 16 Maret 2004 bersamaan dengan hari ulang tahun Perpustakaan UI.

Selain itu, pada tahap awal, halaman-halaman asli koleksi seperti skripsi, tesis, dan disertasi–dalam format pdf–juga dapat diakses dan dilihat melalui komputer yang terhubung dengan sistem ini. Tahap berikutnya, beberapa halaman asli setiap buku koleksi juga bisa dinikmati secara online.

Terminal untuk mengakses sistem ini juga akan dikembangkan ke perangkat-perangkat selain komputer. “Ke depan sistem ini akan dapat diakses melalui teknologi bergerak seperti telepon seluler dan PDA,” ujarnya.

Selain itu, fungsi internasionalisasi–yakni dukungan terhadap banyak bahasa di dunia–akan segera ditambahkan agar peranti lunak yang versi awalnya masuk nominasi APICTA (Asia Pacific Information and Communication Techology Award) regional Indonesia 2003 ini bisa dimanfaatkan secara internasional pula.

Tim ini sudah memutuskan untuk maju pada kompetisi internasional APICTA tahun ini. “Kami hanya ingin membuktikan bahwa orang Indonesia juga bisa membuat teknologi yang kayak begini,” ujar Wisnu, mantap.

budiputra


Anatomi LontarModul PengadaanDigunakan oleh pustakawan bagian pengadaan yang bertugas menyediakan koleksi baru.
Fitur:
* Otomasi proses pemesanan buku.
* Authority Control pemasukan nama pengarang dan asal dana.
* Koneksi dengan OPAC soal saran pengadaan buku oleh anggota sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk pembelian.
* Koneksi dengan modul lainnya sehingga data pengadaan bisa langsung digunakan oleh bagian lain.

Modul Pengolahan

Digunakan oleh pustakawan bagian pengolahan yang bertugas mengolah data koleksi dari perpustakaan.
Fitur:
* Otomasi proses penerimaan dan pengolahan buku.
* Authority Control pemasukan nama pengarang dan asal dana.
* Pengolahan data koleksi digital.
* Ada otomasi laporan: data koleksi dan statistik pengolahan (untuk menilai kinerja pustakawan).

Modul Sirkulasi

Digunakan oleh pustakawan bagian sirkulasi yang bertugas mengatur proses sirkulasi (peminjaman, pengembalian, perpanjangan) koleksi perpustakaan.
Fitur:
* Otomasi penghitungan denda jika ada keterlambatan.
* Otomasi proses sirkulasi.
* Ada otomasi laporan: chart peminjaman bulanan, chart denda, keterlambatan, koleksi hilang, data anggota, dan lain-lain.

Modul OPAC

Digunakan oleh pengguna untuk mencari koleksi yang diinginkan.
Fitur:
* Metode pencarian dengan menggunakan konsep Information Retrieval System, yaitu document similarity dan fuzzy search.
* Fasilitas MyLibrary untuk setiap anggota yang meliputi proses pemesanan buku, daftar pinjaman dan pemesanan, permintaan koleksi dan saran.
* Fasilitas pencarian terdistribusi, sehingga pengguna bisa melihat koleksi perpustakaan lain.

*) Tulisan ini dimuat di halaman Digital Koran Tempo edisi Minggu 7 Maret 2004 dan dianugerahi penghargaan Citra Darma Pustaloka oleh Perpustakaan Nasional RI, 20 Desember 2005

Nama Domain Tetap Menggiurkan

12, December, 2005

SEBERAPA pentingkah sebuah nama domain cantik dan langka yang akan dipakai sebagai alamat situs di Internet?

Jawabannya tentu sangat relatif. Tapi, yang jelas, transaksi sebuah domain bisa bernilai sangat besar–bisa setara dengan pembukaan real estate baru di jantung Kota New York.

“Ini sungguh sebuah komoditas yang bernilai tinggi,” ujar Kurl Pritz, seorang petinggi ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers), lembaga internasional yang mengurusi tetek-bengek soal domain.

Apalagi dewasa ini domain berupa satu kata yang umum sudah didaftarkan jadi domain. Malah ada yang mengklaim, satu kata yang ada di kamus Oxford atau Webster dipastikan sudah didaftarkan jadi domain.

Artinya, nama domain baru–khususnya kata dari bahasa Inggris–yang bisa diambil dan didaftarkan pastilah akan semakin panjang dan kompleks. Paling tidak itu akan terdiri atas dua kata, tiga kata, dan seterusnya.

Tapi ternyata ada kabar baik juga. Nama domain sederhana berupa satu huruf tunggal, seperti a.com, b.com, atau c.com, ternyata belum digunakan sampai sekarang.

Sejak 1993, domain satu huruf pada .com, .net, dan .org memang diputuskan untuk tidak dilepas. Sayang, enam domain telanjur telah diklaim, yaitu q.com, x.com, z.com, i.net, q.net, dan x.org.

Seorang broker domain memperkirakan, nama domain satu huruf pada .com bisa jadi dihargai hingga US$1 juta oleh perusahaan-perusahaan besar. “Sungguh tak ada yang lebih menarik daripada nama domain yang begitu langka,” ujarnya.

Sebagai respons terhadap permintaan pasar, ICANN akan melepas nama-nama domain tunggal yang sangat langka itu meskipun belum memutuskan skema cara merilisnya.

Nah, skema untuk urusan begini tentulah tidak akan mudah dan akan melibatkan transaksi yang bernilai sangat besar.

Karena bernilai duit, berita mengenai nama domain selalu menarik perhatian. Pekan lalu, misalnya, diberitakan kontroversi domain baru .xxx berakhir dengan penundaan persetujuan akhir yang semestinya ditetapkan awal Desember ini. Padahal domain khusus situs esek-esek ini sudah disetujui pada Juni lalu.

Ide mengenai domain .xxx pertama kali mengemuka pada 2001 dan sejak saat itu perlahan-lahan hampir mendapat persetujuan. Tapi ternyata sampai sekarang tetap terombang-ambing mengingat banyak pihak yang menentangnya.

Nah, bukankah perkara domain ini sedemikian pentingnya?

(Koran Tempo, 11/12/2005)