Selamat Tinggal Kamera Digital

26, August, 2005

PERKEMBANGAN teknologi yang amat cepat memang membuat sebagian orang
terkaget-kaget. Terutama bagi yang memiliki keyakinan bahwa kemajuan teknologi tak akan banyak membantu, kabar-kabar mutakhir soal teknologi paling ditanggapi dingin: “Paling orang kembali ke yang lama. Soalnya teknologi baru biasanya rumit dan mahal.”

Yang paling sering jadi sorotan kalangan ini adalah perkembangan telepon
seluler yang kian hari memang kian menjadi-jadi. “Telepon seluler ya tetaplah sebuah telepon. Buat apa beli mahal-mahal?” begitu tanggapan seorang rekan yang berasal dari “mazhab” ini.

Ketika ada ponsel yang juga memiliki fasilitas radio, dia berkomentar, “Lebih baik beli radio aja, Rp 20 ribu aja sudah bagus. Apa dengan radio yang ada di ponsel mahal, informasi yang kita terima lebih banyak?”

Begitu juga ketika muncul ponsel yang bisa menayangkan klip video, rekan ini langsung sengit: “Apa enaknya menikmati video dengan layar sebesar korek api ini? Paling hanya membuat mata jadi sakit!”

Reaksi yang sama juga muncul ketika beberapa merek ponsel memiliki fasilitas kamera digital. “Ah, apa pula ini? Mending beli kamera digital aja, megapikselnya lebih gede,” ujarnya.

Malah, soal kamera digital pun, ia masih memberi sebuah catatan khusus: “Secanggih apapun kamera digital, nggak bakalan mengalahkan kamera analog. Fotografer sejati pasti akan tetap membutuhkan kamera analog.”

Tapi, menurut dia, setidaknya bagi pemula, kamera digital sudah sangat
lumayan. “Paling tidak, tidak sejelek ponsel kameralah,” ulasnya.

Ia memang benar dalam satu hal. Saat perdebatan ini terjadi setahun lalu, ponsel berkamera yang beredar di Indonesia masih berkualitas seadanya: masih VGA dengan resolusi baru sekitar 6000-an warna. Terlihat kasar dan tak meyakinkan.

Namun saya katakan, di luar negeri saat itu sudah beredar ponsel-ponsel kamera dengan kualitas gambar megapiksel. Tapi ia tetap ngotot: “Tapi saya yakin ponsel kamera tidak akan mengalahkan kamera digital!”

Saya bilang semua itu tinggal menunggu waktu saja. Saya bilang, kamera digital tidak memiliki fasilitas-fasilitas lain yang bisa dimanfaatkan penggunanya.

Lain halnya dengan telepon genggam. Semuanya ada di situ: telepon, e-mail, fax, pengolah kata, presentasi, pemutar musik, pemutar video, kamera digital dan perekam video, pengelolaan manajemen pribadi, daftar alamat, dan seterusnya.

Berbeda dengan kamera yang tidak mungkin selalu dibawa-bawa — kecuali para fotografer sejati — setiap orang pasti akan selalu membawa ponselnya. Sebab kini nomer ponsel sudah identik dengan identitas seseorang.

Artinya, orang bisa melakukan banyak hal dengan ponselnya, termasuk
mengabadikan momen-momen kenangannya menjadi foto. Termasuk momen-momen yang langka yang boleh jadi akan luput: karena orang tak mungkin selalu membawa kamera.

Sekarang, terbukti ponsel-ponsel kamera sangat digemari. Di Indonesia, saat ini ponsel-ponsel kamera 1 megapiksel sudah menjadi hal yang biasa.

Berbagi foto menjadi keasyikan tersendiri, baik yang dikirim melalui pesan multimedia maupun dengan koneksi nirkabel murah meriah macam Bluetooth.

Argumentasi ini didukung pula oleh fakta yang tak terbantahkan: Angka
penjualan ponsel kamera di dunia sudah jauh meninggalkan kamera digital.
Seorang rekan praktisi di industri seluler bilang, tiga dari empat foto
digital saat ini diambil dari ponsel.

Kabar teranyar dari arena CeBIT di Hannover, Jerman, pekan ini soal sudah munculnya ponsel kamera 7 megapiksel, tentu semakin melengkapi kedigdayaan teknologi seluler dalam pertarungan bisnis dan industri digital.

Ponsel kamera 7 megapiksel? Wow! Kamera digital yang saat ini saja banyak dijual di pasaran — yang diperuntukkan bagi penggemar fotografi pemula -umumnya hanya memiliki kemampuan 3-4 megapiksel.

Selamat tinggal kamera digital!

–Koran Tempo, 13/03/2005

One Response to “Selamat Tinggal Kamera Digital”


  1. mas, ada loowngan jadi kontributor tak di tempo.aku di lhokseumawe mas


Leave a comment