Google, Sahabat Baru Sejarawan

10, September, 2006

Google memang telah menjadi mesin pencari yang bisa menelisik apa saja, termasuk arsip-arsip ratusan tahun yang lalu.

Ibarat berjalan di sebuah lorong mesin waktu, kita bisa dengan mudah menemukan dan membaca surat kabar-surat kabar dari masa lalu di layar komputer kita.

Koran Tempo pada Jumat lalu melaporkan sebuah berita terbitan Washington Post berjudul “Jakarta Awaits Guest”, yang bersumber dari kantor berita Associated Press pada 23 Februari 1959, yang bisa ditemukan di layanan ini.

Sehari sebelumnya, Jakarta memang dilaporkan menyambut kedatangan tamu penting, yaitu Presiden Vietnam Utara Ho Chi Minh, yang berkunjung selama 10 hari atas undangan Presiden Soekarno.

Ya, Anda tak perlu repot-repot datang ke Perpustakaan Nasional lalu menyediakan waktu khusus buat mengubek-ubek arsip berupa lembaran surat kabar lusuh ataupun mikrofilm. Anda cukup mengklik pranala hasil pencarian Google News.

Hanya dengan membayar sejumlah uang, kita bisa membaca versi lengkap arsip lawas itu. Arsip Washington Post bisa dinikmati dengan bayaran per tayang, sedangkan The New York Times mengenakan biaya US$ 4,95 per artikel.

Layanan yang disebut Google News Archive Search ini kebanyakan arsipnya berasal dari surat kabar dan majalah.

Indeks arsip dikaitkan Google dengan indeks pencarian web umum yang sudah ada. Untuk memperkaya hasil pencarian, Google membangun pranala dengan pihak penerbit dan news aggregator yang telah diajak bekerja sama.

Ada belasan penerbit yang sudah menjadi mitra, di antaranya BBC News, Time Magazine, Guardian, Washington Post Archives, Newspaper Archive, dan New York Times Archives.

Yang paling girang dengan fenomena ini tentulah kalangan peneliti, khususnya dari kalangan sejarawan.

Memang, Google News Archive Search yang diluncurkan dengan antarmuka bahasa Inggris-Amerika ini tak ubahnya seperti harta karun yang sudah siap “diterkam”.

Berterima kasihlah pada penemu Internet. Jaringan pintar ini memang telah menganugerahkan kita kemudahan-kemudahan yang tiada tara. Menyimak koran dan majalah dari masa lalu, misalnya.

Budi Putra
Koran Tempo, Minggu, 10 September 2006 | e-culture

Ketika Para Menteri Ngeblog

4, September, 2006

Akhir pekan lalu, blogosfer Indonesia ketiban berita bagus: satu lagi pejabat menteri Indonesia meluncurkan weblog-nya. Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ari mengumumkan kantor barunya di http://yusufasyari.com.

Ini adalah blog kedua dari anggota kabinet di Indonesia setelah Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono merilis blog-nya di http://juwonosudarsono.com beberapa pekan lalu.

Ditulis dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris, blog Menteri Asy’ari sudah punya dua posting baru. Pertama soal ibundanya yang baru saja meninggal dunia dan satu lagi soal kebijakan mengenai perumahan rakyat.

Sebuah manuver yang patut dihargai mengingat dewasa ini blog sudah menjadi media yang efektif bagi berbagai kalangan, termasuk bagi penyelenggara negara dalam berkomunikasi dengan rakyatnya.

Meskipun peluncuran blog Juwono tempo hari tidak begitu mendapat sambutan di media-media utama (media cetak dan elektronik), lain halnya dengan blogosfer–ranah blog Indonesia ataupun dunia.

Meskipun orang Indonesia sejatinya sudah punya blog sejak peranti lunak online diary itu dilahirkan, tetap saja munculnya blog Juwono seolah-olah menjadi “gong” resmi masuknya Indonesia ke blogosfer.

Kegembiraan dan antusiasme yang sama juga dirayakan ketika akhir pekan lalu Menteri Yusuf Asy’ari meluncurkan blog-nya. Para blogger langsung mewartakan kabar tersebut.

Presiden RI sendiri sebenarnya sudah memiliki kantor virtual di http://www.presidensby.info dan Wakil Presiden di http://www.setwapres.go.id, tapi kedua situs itu belum menggunakan peranti lunak blog.

Pasalnya, blog dianggap lebih unggul karena lebih praktis, interaktif, mudah dideteksi dan dilacak kembali, serta gampang dikelola. Di sinilah keunggulan blog dibanding situs web generasi “jadoel”.

Kehadiran blog bahkan telah mengubah arah dan jalannya bisnis teknologi informasi saat ini. Sukses Technorati, Digg, dan del.icio.us membuktikan bahwa blog telah memicu revolusi baru dalam abad digital ini.

Karena itu, ketika ada menteri Indonesia yang sudah memanfaatkan teknologi baru ini, tidak ada kata selain harus diacungi jempol.

Selamat bergabung di blogosfer, Pak Menteri!***

Budi Putra
Koran Tempo, 3 September 2006 | e-culture

Bertemu Blogger: Paman Tyo

29, August, 2006

blogombal_temu_blogger.gif

Pengantar: Mulai pekan ini, secara reguler [theGadget!] akan menyajikan tulisan reportase berupa obrolan dengan blogger-blogger Indonesia. Tentu banyak hal yang bisa digali dari mereka: para penikam jejak di ranah blogosfer kita. Selamat mengikuti.

“Blog, buatku, memang sebuah letupan setelah (free) web based e-mail.” -Tyo

DARI beranda lantai dua Bakoel Koffie, ia melambaikan tangannya menyambut kedatangan saya malam itu. Pertemuan yang semula direncanakan di sebuah kafe di Blok M Plaza kemudian dialihkan ke kafe spesialis kopi di kawasan Barito, Jakarta Selatan.

On the upstair tnp ac krn aku lg kapok kena ac, kulitku kering ngelupas,” demikian isi pesan pendeknya beberapa menit sebelum pertemuan — yang kalau diterjemahkan berarti: “saya lebih suka di ruang di mana saya boleh merokok…”

Meskipun sudah sering berkirim pesan pendek, inilah kali pertama saya bertemu dengan Antyo Rentjoko alias Paman Tyo, salah seorang Blogger Indonesia yang saya kagumi.

Setelah memesan minuman di lantai satu — yang kebetulan saat itu masih sepi pengunjung — saya langsung melesat ke lantai dua.

Ia duduk di meja paling ujung yang berhadapan langsung dengan jendela beranda.

Sebagaimana di lantai satu, pengunjung di lantai dua ini juga masih sepi — maklum masih jam 19.15 WIB.

Posturnya tinggi besar dan kepala plontos. Mengenakan kaos putih dan celana panjang sporty berwarna coklat muda.

Saya menyampaikan salam selamat malam dan apa kabar, tapi ia malah menjawab: “I proud of you,” sebuah kalimat yang mungkin terkait kegiatan ngeblog saya di sebuah media online luar.

Setelah bercerita sedikit tentang beberapa orang senior saya di Tempo yang juga ia kenal baik, Paman Tyo mulai bercerita tentang dunia blog (nah, ini yang saya tunggu-tunggu…).

“Sekarang sebetulnya masih belum bisa ditebak semua ini arahnya mau ke mana. Tapi satu hal, kemunculan software blogging menjadi awal sebuah revolusi ini,” ujarnya. “Blog, buatku, memang sebuah letupan setelah (free) web based e-mail.”

Karenanya, ia sangat gembira betapa blogosfer Indonesia saat ini sudah semakin semarak. Pertumbuhannya cepat dan topik-topiknya pun memikat.

Ia sendiri percaya bahwa pada dasarnya blog adalah media untuk mengekspresikan diri. Artinya, formatnya terserah yang bikin tapi apakah blog tersebut akan diminati dan digemari secara luas, itu soal lain lagi.

Jika ada blog yang menyajikan hal-hal yang spesifik, sistimatis, dan terkadang bisa menjadi rujukan, tentu bagus-bagus saja. Meskipun begitu, “ada blog spesial yang penulisannya lebih longgar tanpa pretensi jadi rujukan.”

Blog, menurut dia, adalah sebuah peluang yang terbuka lebar: di Blog, Anda bisa menjadi penulis andal, kritikus, menjadi tempat bertanya, menjadi sumber informasi, inspirator, motivator, pekerja blog atau apapun. “Semua inilah yang membuat blogosfer jadi meriah,” ulasnya.

Segala kemungkinan bisa bermunculan karena — itu tadi — kita belum bisa menebak semua ini arahnya akan ke mana. “Yang jelas, jika kita sudah ngeblog berarti kita ikut aktif dalam revolusi baru ini.”

Di akhir-akhir obrolan, Pemimpin Redaktif Redaksi Komputer Aktif ini juga sempat jeprat-jepret dengan kamera digitalnya. Sepertinya kamera tersebut selalu ia bawa ke mana-mana.

Obrolan yang produktif dan bernas, menurut saya. Meskipun saya sungguh-sungguh memujinya soal ini tetapi ia justru bilang saya terlalu humble.

Tapi terus-terang ada yang lupa saya tanyakan dan saya baru menyadarinya ketika sudah berada di jalan menuju pulang: kenapa blogombal akhirnya pindah hosting dan bikin domain baru; kenapa blognya tak lagi anonim dan kenapa akhir-akhir ini postingnya cenderung kontemplatif… ah, tapi itu soal lain lagi. [G!]

Alasan Memilih Teknologi

14, August, 2006

Dua hari lalu saya ngobrol dengan beberapa orang kolega soal akan diluncurkannya layanan telekomunikasi generasi ketiga alias 3G di Indonesia. Salah satu operator GSM sudah memastikan akan meluncurkan layanan 3G-nya satu-dua bulan ini.

Di sinilah menariknya: secara komersial, layanan 3G baru akan diluncurkan. Tapi Anda tentu tahu bahwa telepon seluler yang berkemampuan 3G sudah dijual–dan laris–sejak dua tahun lalu di Indonesia!
Read the rest of this entry »

keepmedia3.jpg

Pengguna Internet yang suka berlangganan majalah online sering menemukan fakta bahwa tak semua isi penerbitan yang dilangganani sesuai dengan kebutuhan mereka.

Terkadang mereka hanya membaca artikel tertentu dan membiarkan artikel atau sajian lain terlewatkan begitu saja. Padahal mereka sudah membayar mahal.

Untuk mengatasi masalah semacam ini, KeepMedia Inc., sebuah perusahaan online yang berbasis di Redwood Shores, California, Amerika Serikat, menawarkan solusi jitu: menyediakan ribuan artikel surat kabar dan majalah terkemuka yang bisa diakses dengan mudah.

Inilah cara paling irit berlangganan 500 ribu artikel dari 200 media online sekaligus.

Hanya dengan membayar Rp 50 ribu per bulan lewat situsnya di www.keepmedia.com, seorang pelanggan bisa mengakses artikel-artikel terbaru, seperti Newsweek, Esquire, BusinessWeek, USA Today, Forbes, PC Magazine, eWeek, hingga kantor berita AFP.

Tidak perlu memeriksa daftar isi sebagaimana lazimnya berlangganan majalah digital, lewat situs ini Anda cukup mencari artikel-artikel yang diinginkan dari berbagai media melalui menu pencarian yang disediakan.

Semua menu di situs ini bisa dipersonalisasi sesuai dengan selera. Pelanggan bisa menyortir isi situs berdasarkan kategori, seperti olahraga, keuangan, teknologi, sains, kesehatan, tokoh, dan dunia.

Untuk menelusuri artikel-artikel yang diminati, pengguna bisa menggunakan peranti pelacak dan pendeteksi otomatis.

KeepMedia akan mengirimkan berita-berita relevan terbaru begitu topik tersebut sudah dipublikasikan.

Hebatnya lagi, artikel-artikel tersebut boleh Anda bagi kepada kolega-kolega lewat surat elektronik–kolega Anda tak perlu bayar untuk mengaksesnya, tentu.

Jangan lupa, simpanlah artikel-artikel favorit Anda di panel yang disediakan agar bisa diakses secara cepat kapan pun.

Ini akan menjadi pustaka digital pribadi ketika koleksinya hanya terdiri atas artikel-artikel yang Anda sukai dan butuhkan.

Budi Putra

Koran Tempo, Minggu 6 Agustus 2006 | e-culture

Setidaknya dibutuhkan waktu enam jam mengendarai mobil untuk mencapai Desa Buay Bahuga, Kabupaten Way Kanan, dari Kota Tanjung Karang, Provinsi Lampung.

Hampir separuh perjalanan harus dilewati dengan menempuh jalan sempit, berlubang, turun-naik, dan penuh tanjakan.

Di kanan-kiri jalan, kita bisa melihat betapa desa-desa di sepanjang jalan ini adalah desa-desa tertinggal.

Sebagian besar penduduknya mengandalkan sumber mata pencarian dari pertanian padi dan sawit. Sebagiannya lagi berdagang.

Melihat betapa terpencilnya kawasan ini, sungguh tak terbayangkan kalau di sebuah sekolah menengah umum di Desa Bahuga, kita dapat menikmati akses Internet pita lebar dengan throughput hingga 700 kilobita per detik!

Meskipun belum ada jaringan Telkom di sini, kita tetap bisa berkomunikasi dengan dunia luar menggunakan telepon nirkabel. Ya, wireless world sudah sampai di desa ini!

Semua itu dimungkinkan dengan pemanfaatan teknologi CDMA450 plus versi layanan generasi ketiga (3G) dengan 1xEV-DO-nya.

Setelah menggelar inisiatif Wireless Reach di kawasan pedesaan di Pacitan, Jawa Timur, pada April lalu, Qualcomm kembali meluncurkan program inisiatif Wireless Reach di Way Kanan, Lampung, 21 Juli lalu.

Bekerja sama dengan Sampoerna Telekom, Axesstel Inc., IndoNet, Departemen Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Qualcomm memperkenalkan teknologi nirkabel CDMA di frekuensi 450 MHz di Way Kanan, yang memberikan akses layanan berpita lebar nirkabel untuk suara dan data.

Program ini diawali dengan pembangunan laboratorium komputer yang dilengkapi oleh akses Internet di lima sekolah yang berada di Kabupaten Way Kanan, yaitu di Buay Bahuga, Negeri Besar, Negara Batin, Rebang Tangkas, dan Pakuan Ratu.

Selain itu, warung seluler juga sedang dibangun di 59 desa dan 5 sekolah menengah untuk menyediakan akses telekomunikasi yang lebih baik.

Sementara itu, di kota seperti di Jakarta, pengguna layanan bergerak saat ini baru bisa sebatas ngobrol soal 3G–baik WCDMA maupun 1xEV-DO. Tapi di sini, di desa terpencil ini, kenikmatan akses Internet berpita lebar berbasis 3G sudah bisa dinikmati dan bukan lagi sekadar wacana. Bravo!

Budi Putra

Koran Tempo, 30 Juli 2006 | e-culture

Perkembangan teknologi telekomunikasi bergulir begitu cepatnya, mulai dari telegram, telepon hingga telepon seluler — dengan berbagai inovasinya. Lalu apa yang akan terjadi, misalnya 100 tahun mendatang? Bagaimanakah kira-kira cara manusia berkomunikasi saat itu?