Halo, Ada yang Lebih Sulit Lagi Nggak?

4, July, 2005

TERNYATA cukup berat jadi pelanggan layanan seluler di Indonesia. Saya mencatat ada beberapa keluhan dari para calon pengguna seluler, khususnya dari kalangan masyarakat biasa yang secara rata-rata tidak menguasai teknologi.

Pertama, ketika membeli telepon genggam baru. Sekadar menyalakan ponsel yang sudah disisipkan kartu SIM, tentulah perkara mudah. Mulai mengirim dan menerima pesan singkat (SMS) juga tak terlalu sulit.

Masalah baru muncul ketika si pengguna ingin mengirimkan pesan multimedia (MMS). Jangan harap akan semudah SMS. Ponsel merek apa pun, tak ada yang langsung bisa menjalankan MMS dan GPRS tanpa disetel terlebih dahulu.

Setelannya pun ada dua. Setelan MMS dan setelan GPRS. Semua ini harus dilakukan oleh konsumen sendiri dengan terlebih dahulu mencari tahu nomor layanan operator.

Setelah nomor kontak operator diperoleh, pekerjaan panjang masih menunggu. Apakah Anda menginginkan setelan ini dilakukan OTA (over the air) atau manual? Yang pertama cukup mengetikkan jenis ponsel dan kirim ke nomor tertentu, meskipun prosesnya paling cepat 1 x 24 jam.

Jika ponsel Anda adalah keluaran termutakhir, dan jika operator belum sempat mengetes ponsel tersebut, alhasil setelan OTA tidak bakalan jalan. Anda pasti diminta melakukan setelan manual dengan mengikuti parameter yang diberikan operator.

Jika semuanya berjalan dengan lancar, MMS dari ponsel Anda siap dikirim.

Apakah masalahnya selesai? Belum, saudara-saudara. Jika ponsel penerima belum berkemampuan MMS dan GPRS, kiriman Anda akan mental, pending, failed, atau apalah istilahnya.

Belum lagi soal kapasitas jaringan seluler di Indonesia yang masih belum memadai, tidak jarang kiriman MMS gagal atau mengalami delay sekian jam (yang tidak pernah delay adalah tagihannya).

Masalah kedua, ketika Anda ingin menikmati akses Internet di komputer pribadi seperti PC atau laptop. Pertanyaan yang paling sering muncul dari seorang pengguna: bagaimana caranya?

Ia harus tanya kiri-kanan dulu, atau berinisiatif menelisiknya di Internet. Ada dua cara: menggunakan kabel data yang akan menghubungkan ponsel dengan PC atau menggunakan koneksi nirkabel bluetooth.

Kalau ia sudah memiliki salah satunya, pekerjaan berikutnya adalah membuat setelan koneksi Internet di PC. Langkah-langkah dan parameter setelan harus diminta dulu ke operator.

Bagi orang yang sudah terbiasa menggunakan komputer, memasukkan setelan semacam ini mungkin tidak masalah. Tapi bagi yang tidak terbiasa — misalnya hanya menggunakan komputer sekadar untuk mengetik dan jarang mengotak-atiknya — ini adalah pekerjaan yang sulit, membosankan dan bahkan menyebalkan.

Jika setelannya sudah sukses, dan akses Internet sudah jalan dengan wajar, mungkin Anda sudah bisa bernafas sedikit lega.

Tapi apakah urusan Anda selesai? Ternyata belum. Masih ada pekerjaan Anda berikutnya. Anda harus bisa menghitung berapa besar kapasitas akses GPRS yang Anda pakai berinternet.

Nyatanya memang tidak gampang. Operator seluler menetapkan unit penghitungannya berbasis kilobytes per second (kbps). Contoh tarif-tarif GPRS di Indonesia: Rp10/kbps, Rp15/kbps, Rp25/kbps dan Rp30/kbps.

Teman saya langsung berteriak: “Gimana sih cara menghitungnya? Kalau membuka halaman depan Yahoo misalnya, itu berapa kbps sih? Membuka e-mail di Outlook berapa kbps?”

Di sinilah uniknya operator seluler di Indonesia. Yang ngerti hitungan-hitungan ini cuma mereka, sementara penggunanya pusing tujuh keliling.

Padahal tarif flat yang pernah diterapkan salah satu operator sebenarnya adalah ide yang baik.

Sebenarnya ide yang lumayan adalah unit penghitungan ala TelkomNet Instan. Penghitungannya sederhana saja: Rp9000 per jam. Mudah sekali, bukan? Menghitung jam tentu lebih mudah dibanding kilobytes.

Operator seluler sebaiknya mencari solusi yang praktis dan ramah, mulai dari setelan MMS, GPRS, PC hingga unit tarifnya.

Bukankah sebagai penjual para operator mestinya memberikan kenyamanan kepada konsumen, bukannya membebani mereka urusan macam-macam? (KT 241004)

One Response to “Halo, Ada yang Lebih Sulit Lagi Nggak?”

  1. Alfa Soekarno Says:

    Saya mau mengomentari tentang tarif per kilobyte seperti yang diulas di bagian akhir tulisan.
    Penentuan tarif tersebut diberlakukan setelah customer seperti kami mengeluh karena speed internet di negara ini lambat sekali, sehingga kami dirugikan, baik waktu maupun biaya koneksi yang dihitung per menit tersebut. Akibatnya muncul penentuan tarif yang lebih win-win solution, yaitu dengan tarif per kilobyte. Dengan tarif ini, berapapun kecepatan internetnya, harga yang kita bayar adalah tetap, karena yang dibayar hanya data yang didownload ke device kita. Dengan demikian, kalau internet lambat, sehingga kecepatan download berkurang, maka argonya otomatis juga melambat, sehingga yang kita bayar juga lebih sedikit. Sebaliknya kalau internetnya cepat, maka argometernya juga lebih cepat. Quite fair, khan ?!


Leave a comment